Ambon,Tajukmaluku.com-Kasus hilangnya puluhan dokumen penting milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku terus menjadi sorotan publik. Meski sudah ditangani aparat penegak hukum, narasi-narasi yang berkembang di ruang publik justru dituding telah digiring untuk merusak reputasi salah satu pejabat dinas tersebut.
Hal ini disampaikan langsung oleh S. Hamid Fakaubun, MH, kuasa hukum dari Anisa—salah satu pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku—yang merasa kliennya menjadi sasaran fitnah dalam pemberitaan sejumlah media.
“Herannya, ada beberapa pemberitaan miring yang berisi fitnah dan tuduhan tanpa dasar maupun bukti yang jelas. Mereka sengaja menggiring opini publik untuk merusak nama baik klien saya (Ibu Anisa) dengan menempelkan foto Ibu Anisa di setiap pemberitaan,” kata Fakaubun dalam keterangannya kepada Tajukmaluku.com, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, penggunaan foto Anisa dalam pemberitaan yang mengaitkan dirinya dengan dugaan kasus korupsi sangat tidak beretika, apalagi tanpa konfirmasi dan persetujuan dari yang bersangkutan.
“Padahal Ibu Anisa adalah pihak yang justru melaporkan kasus hilangnya dokumen ini ke pihak kepolisian. Beliau mewakili dinas dan secara aktif mendukung proses penyelidikan. Tapi kemudian diframing seolah sebagai pelaku,” tegas Fakaubun.
Kasus ini sendiri pertama kali diketahui pada Jumat, 20 Juni 2025, ketika salah satu staf dinas hendak mengambil berkas di gudang arsip. Selang sehari kemudian, pihak Dinas Pendidikan melaporkannya ke Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. Beberapa saksi disebut telah dimintai keterangan, termasuk Anisa. Namun alih-alih fokus pada hasil penyelidikan, Fakaubun menilai sejumlah media justru memproduksi narasi miring dan melanggar prinsip dasar jurnalisme.
“Kami sangat menghargai kebebasan pers, tapi kebebasan itu juga jangan disalahartikan untuk menulis seenaknya dan menayangkan foto siapa saja sesuai selera pengorder. Itu bukan jurnalisme, itu propaganda,” ujar Hamid.
Fakaubun menegaskan, dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik disebutkan bahwa media wajib menjunjung asas praduga tak bersalah, menghargai hak jawab, serta melindungi privasi orang lain.
“Ini bukan hanya tentang klien saya. Ini tentang bagaimana media harus tetap menjaga etika profesi. Jangan rusak masa depan anak-anak karena pemberitaan yang hanya mengejar sensasi. Anak dari klien saya (Ibu Anissa) terganggu secara psikologis. Di sekolah, anak klien saya merasa dikucilkan oleh berita-berita miring yang bermunculan di linimasa media online. Coba bayangkan jika itu terjadi pada keluarga Anda,” tukasnya.
Sebagai penutup, Fakaubun menyerukan kepada seluruh insan pers untuk menjunjung tinggi integritas, tidak menjadikan profesi jurnalis sebagai alat propaganda atau pemuas pesanan.
“Privasi orang harus kita lindungi. Jangan berlindung di balik kebebasan pers lalu menginjak-injak hak asasi orang lain. Kita semua punya tanggung jawab moral di ruang publik,” pungkasnya.