Ambon,Tajukmaluku.com-Klaim investasi lebih dari Rp600 miliar yang digembar-gemborkan PT Spice Islands Maluku (SIM) di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) menuai tanda tanya besar. Fakta di lapangan mulai dari luas tanam, pola serapan tenaga kerja, hingga kontrak pembebasan lahan tidak menunjukkan korelasi yang sepadan dengan angka ratusan miliar rupiah yang diklaim perusahaan.
Data resmi dalam rapat dengar pendapat (RDP) DPRD SBB beberapa waktu lalu memperlihatkan PT SIM memegang izin lokasi seluas 2.477 hektar sejak 2018. Namun, sampai pertengahan 2025, lahan yang benar-benar ditanami pisang abaka hanya 586 hektar. Dengan kalkulasi biaya kontrak per hektar Rp5 juta untuk 30 tahun atau sekitar Rp166 ribu per tahun, Klaim investasi Rp600 miliar terlihat tidak rasional.
Serapan tenaga kerja juga jauh dari klaim 900 orang. Mayoritas hanyalah pekerja kontrak lepas, jumlah riilnya bahkan tak sampai setengah dari angka yang disebut oleh perusahaan. Konflik lahan yang berulang sejak Waesamu, Nuruwe, Hatusua, hingga Kawa mempertegas lemahnya pengawasan pemerintah daerah.
Aktivis HMI Maluku, Wahyudin, menuding Pemprov Maluku terlalu permisif terhadap klaim sepihak PT SIM. “Kalau benar Rp600 miliar, bukan cuma PT SIM yang harus buka laporan. Pemprov Maluku juga wajib menjelaskan Gross Profit Margin, Revenue Growth, dan realisasi belanja modal perusahaan ini. Tanpa itu, pemerintah daerah seolah ikut menutupi,” katanya.
Dalam standar analisis keuangan, belanja modal sebesar itu seharusnya jelas terlihat di neraca (kenaikan aset tetap), arus kas (cash out untuk investasi), dan laporan laba rugi (lonjakan pendapatan). Namun, hingga kini Pemprov tidak pernah mempublikasikan data resmi untuk menegaskan klaim perusahaan.
Menurut Wahyudin, audit menjadi jalan satu-satunya untuk membuka tabir investasi yang katanya baik untuk Maluku itu. “Kami menantang Pemprov Maluku segera audit terbuka terhadap PT SIM. Kalau klaimnya benar, biar publik lihat angka keuangannya. Kalau tidak, itu artinya pemerintah ikut melanggengkan kebohongan investasi,” tegasnya.*(01-F)