Ambon,Tajukmaluku.com-Peristiwa skorsing rapat paripurna DPRD Seram Bagian Barat (SBB) pada Rabu, 27 Agustus 2025, seharusnya menjadi alarm tersendiri bagi Bupati Asri Arman. Sebab, kelalaian menyiapkan naskah pidato bupati yang dibacakan Wakil Bupati Selfinus Kainama tak bisa diliat sebagai “lupa berkas”, naskah pidato yang semestinya sudah siap sejak jauh hari itu menjadi cermin dari lemahnya koordinasi dan fungsi manajerial di lingkup birokrasi daerah.
Rapat paripurna adalah forum resmi yang mengikat martabat pemerintah daerah di hadapan legislatif. Gagalnya protokoler menyiapkan naskah pidato tepat waktu hingga paripurna diskors, memperlihatkan ketidakprofesionalan OPD terkait. Namun, akar masalahnya tidak berhenti di situ. Dalam sistem pemerintahan daerah, tanggung jawab terbesar tetap berada di tangan Sekretaris Daerah (Sekda).
Sebagai pejabat tertinggi ASN, Sekda bukan hanya perpanjangan tangan bupati dalam menggerakkan roda birokrasi. Memastikan setiap perangkat daerah bekerja sinkron. Tupoksinya jelas. Mengkoordinasi, membina, sekaligus pengendali administrasi, dan penjamin bahwa seluruh perangkat daerah bekerja sesuai arah kebijakan kepala daerah. Kegagalan OPD, apalagi dalam acara resmi kenegaraan seperti sidang paripurna, pada akhirnya bermuara pada lemahnya fungsi kendali Sekda SBB, Leverne A. Tuasuun.
Kegagalan ini tentu bukan hanya soal OPD bidang hukum, pemerintahan, atau protokoler yang alpa menjalankan tugas. Kritik DPRD, lewat anggota Komisi I Fredi Penturi, yang mendesak evaluasi kinerja OPD bidang hukum, pemerintahan, dan protokoler memang relevan. Namun kritik itu sejatinya harus diarahkan lebih tajam kepada Sekda Leverne A. Tuasuun. Karena di sinilah peran Sekda diuji dalam memastikan sistem birokrasi berjalan disiplin, tertib, dan profesional.
Insiden ini tentu saja mempermalukan pemerintah daerah karena publik akan melihat ketidakseriusan dalam urusan paling elementer: menyiapkan naskah pidato kepala daerah. Jika urusan sederhana saja gagal diurus, bagaimana publik bisa percaya birokrasi sanggup menangani problem lebih kompleks seperti tata kelola anggaran, pelayanan publik, dsb.
Sekda harus membaca peristiwa ini sebagai teguran keras. Evaluasi menyeluruh bukan hanya pada kepala OPD terkait, tetapi juga pada pola kerja birokrasi yang terlihat amburadul. Bupati Asri Arman harus menegur Sekda Leverne A. Tuasuun karna gagal membangun sistem kontrol yang baik, dan menegakkan standar kerja yang jelas. Tanpa itu, bupati akan terus menanggung malu akibat kelalaian bawahannya, sementara kepercayaan publik kepada pemerintah daerah makin terkikis.*(01-F)