Ambon,Tajukmaluku.com-Kasus pemecatan sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup pemerintahan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dinilai tak adil. Mengingat, penerapan sanksi ini tidak dilakukan secara merata bagi seluruh ASN, melainkan adanya praktik diskriminatif disertai unsur politik.
Hal itu disampaikan Sabandarlisa Kelilauw, pengacara muda asal Maluku sekaligus putra daerah SBT kepada Tajukmaluku.com, Minggu (10/8/2025).
“Keputusan pemecatan yang diambil oleh pemerintah daerah terindikasi pilih kasih dan diskriminatif,” kata Kelilauw.
Salah satu contoh kasus lanjutnya, ialah ibu kandung Wakil Bupati SBT, Siti Masita Sandia. Dimana yang bersangkutan diketahui sudah lama tidak menjalankan tugas sebagai seorang ASN, namun bebas dari sanksi pemecatan. Tempat tugas terakhir Siti Masita Sandia yakni di SMP Negeri 1 Pulau Gorom.
“Fakta menunjukkan bahwa ibu kandung Wakil Bupati SBT yang juga diketahui tidak aktif bertugas selama bertahun-tahun tidak dikenai sanksi apapun,” ujarnya.
Kasus serupa juga terjadi kepada istri Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) SBT yang tidak bertugas selama 12 tahun. Namun, yang bersangkutan justru diangkat dan dilantik sebagai Kepala Puskesmas.
“Fenomena ini jelas mencederai prinsip keadilan dan integritas dalam tata kelola pemerintahan daerah,” tegasnya.
Menurut Sabandarlisa, tindakan diskriminatif tersebut tidak hanya merusak citra pemerintah daerah, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik.
Ia menyerukan agar pemerintah Kabupaten SBT melakukan evaluasi menyeluruh dan transparan atas kebijakan ini, serta menegakkan disiplin ASN dengan dasar yang objektif dan tanpa intervensi politik.
“Jika kondisi ini dibiarkan berlarut, maka bukan hanya keadilan yang dirugikan, melainkan juga masa depan birokrasi yang profesional dan akuntabel di Seram Bagian Timur,” pungkas Sabandarlisa.* (03-M)