Oleh: Safitra Arif
Tajukmaluku.com-Hak pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara, seperti yang ditunjukkan oleh Pasal 31 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Hak konstitusi ini menjadi bagi dasar negara untuk memastikan bahwa tidak ada anak bangsa yang tertinggal, termasuk di wilayah timur Indonesia.
Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam pendidikan antara daerah di timur dan barat Indonesia. Ini bukan hanya perbedaan statistik; ini adalah bukti ketidakadilan sosial yang bertentangan dengan prinsip konstitusi.
Dalam bidang pendidikan, IKA ISMEI (Ikatan keluarga Alumni Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia) menyatakan komitmennya untuk menjadi bagian dari solusi, bukan sekedar slogan; itu adalah pekerjaan tim yang didasari tanggung jawab akademis dan moral.
“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya,” kata Pasal 31(2) UUD 1945. Apakah wilayah timur Indonesia telah mengalami penerapan amanat ini?
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, jangka waktu sekolah rata-rata di Maluku, NTT, dan Papua masih di bawah rata-rata nasional. Maluku hanya 8,7 tahun, NTT 8,6 tahun, dan Papua 7,9 tahun, sedangkan rata-rata nasional 9,3 tahun.
Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi di Papua sangat rendah, hanya sekitar 22%, jauh di bawah APK DKI Jakarta yang mencapai 48%. Pendidikan yang rendah menyebabkan daya saing yang rendah, yang pada gilirannya mengarah pada keterbelakangan ekonomi.
Masalah penting lainnya adalah ketersediaan guru. Laporan Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa banyak sekolah di wilayah timur hanya memiliki dua hingga tiga guru untuk mengajar enam kelas. Jika rasio guru dan murid tidak sejalan, kualitas pembelajaran juga menurun.
Selain itu, fasilitas sekolah seringkali buruk. Masih banyak ruang kelas yang rusak, jumlah listrik yang terbatas, dan hampir tidak ada jaringan internet. Kondisi ini membuat sulit bagi anak-anak di pedalaman untuk mengikuti program digitalisasi pendidikan yang dipromosikan oleh pemerintah pusat.
IKA ISMEI melihat masalah tata kelola dan anggaran sebagai bagian dari masalah pendidikan timur. Meskipun anggaran pendidikan nasional sebesar dua puluh persen dari APBN, distribusi dan efisiensi masih diselidiki.
Menurut Pasal 31 ayat (3) UUD 1945, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.” Kata “satu sistem” membawa makna keadilan yang didistribusikan dalam konteks ini.
Sayangnya, sistem yang ada cenderung berpusat di pusat kota dan kota besar.Hasil penelusuran menunjukkan bahwa program bantuan sekolah belum diterapkan di banyak wilayah di Maluku, NTT, dan Papua. Pada tingkat birokrasi provinsi atau kabupaten, alokasi dana seringkali menjadi masalah. Transparansi sekarang masalah menjadi besar.
Bidang pendidikan, IKA ISMEI berusaha hadir dengan program advokasi dan pemberdayaan. Alumni ekonomi harus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membuat kebijakan berdasarkan data dan memenuhi kebutuhan lapangan.
Perkuat pendidikan berbasis komunitas adalah solusi yang disarankan. Dengan kata lain, pendidikan di Timur harus mempertimbangkan konteks lokal, termasuk kearifan tradisi, potensi alam, dan budaya. Ini berarti bahwa pendidikan tidak boleh saja bergantung pada kurikulum pusat.
Misalnya, di Maluku, yang kaya akan lautan, pendidikan maritim dapat dimasukkan ke dalam kurikulum lokal sejak awal. Di Papua, sebaliknya, pelajaran dapat menggabungkan pengetahuan tentang kehutanan dan lingkungan. Anak-anak memperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan mereka sebagai hasilnya. Keengganan untuk belajar adalah kendala berikutnya. Sekolah menjadi nomor dua karena banyak anak usia sekolah yang terpaksa membantu orang tua di kebun atau melaut. Organisasi alumni seperti IKA ISMEI memainkan peran penting dalam mengembangkan kampanye kesadaran pendidikan.
Selain itu, program beasiswa afirmatif harus tangguh. Saat ini, jumlah anak-anak dari wilayah timur yang dapat menerima beasiswa masih jauh dari kemampuan. IKA ISMEI memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan mitra swasta dan filantropi untuk meningkatkan akses ke dana pendidikan.
Untuk tenaga pengajar, rekrutmen guru lokal adalah solusi jangka panjang. Banyak guru dari luar daerah menolak untuk bertahan karena masalah fasilitas dan geografis. Guru yang berasal dari komunitas lokal akan lebih berkelanjutan.
Dengan teknologi digital, ada peluang besar. Namun, tanpa infrastruktur internet yang cukup, peluang ini hanya akan menjadi ilusi. Akibatnya, IKA ISMEI mendorong organisasi pemerintah dan swasta untuk mempercepat pembangunan jaringan telekomunikasi di timur.
Menurut Pasal 31 ayat (5) UUD 1945, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa.” Artinya, pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan teknologi pendidikan di daerah tertinggal.
Studi di beberapa sekolah di Maluku Tengah lapangan dan Papua menunjukkan bahwa siswa seringkali tidak memiliki buku terbuka yang cukup untuk belajar. Pemerintah tidak mengirimkan paket buku, yang membuat guru harus menggandakan materi secara mandiri.
Situasi ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam penyebaran pendidikan. Meskipun demikian, ketika anak-anak tidak memiliki buku, mereka hanya dapat memperoleh informasi dari guru mereka, yang sangat membatasi jangkauan mereka.
Untuk mengatasi perbedaan ini, IKA ISMEI menawarkan pendekatan kerja sama: menghubungkan perguruan tinggi, dunia bisnis, dan masyarakat sipil. Perpustakaan digital, misalnya, dapat bermanfaat jika jaringan internet diperkuat.
Selain itu, pendidikan di wilayah timur harus dilihat sebagai masalah geopolitik dan sosial. Pendidikan yang buruk di Papua, Maluku, dan NTT dapat menyebabkan kerentanan sosial yang mengancam stabilitas negara. Akibatnya, peran IKA ISMEI dalam bidang pendidikan sangatlah penting. Itu bukan sekadar mengisi kekosongan, tetapi juga membantu pemerintah memenuhi amanat konstitusi. Pendidikan di timur bukan hadiah, tetapi hak yang dijamin dalam UUD 1945.
Komentar ini ditutup dengan pemikiran bahwa pendidikan timur harus menjadi prioritas utama jika negara ini benar-benar mengejar keadilan. Dengan bekerja sama dengan pemerintah, masyarakat, dan IKA ISMEI, kesenjangan pendidikan dapat dipersempit. Karena daerah terpinggirkan saat ini berjuang untuk hak-hak mereka akan membentuk masa depan Indonesia.*
Penulis adalah anak muda maluku | Pengurus DPP IKA ISMEI (Ikatan Keluarga Alumni Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia ) Bidang Pendidikan Perguruan Tinggi