Ternate,Tajukmaluku.com-Dalam konferensi pers yang digelar pada 8 Juni 2025 di Ternate, Nurhasna Mayau, istri dari Ikbal Daeng Magasing, didampingi kuasa hukumnya, Al Walid Muhammad, mengungkap kronologi dan dugaan kriminalisasi terhadap suaminya yang kini ditahan oleh Kepolisian Resor Halmahera Selatan.
Rangkaian peristiwa yang menyeret suaminya ini terlihat janggal dalam proses hukum yang terjadi.
Kronologi Kejadian
Program pemasangan instalasi listrik rumah tangga merupakan kebijakan Bupati Halmahera Selatan (alm.) Usman Sidik. Program ini dibiayai dari Anggaran Dana Desa (ADD) dan menyasar sejumlah desa seperti Akedabo, Lelengusu, dan Kampung Baru. Suami Nurhasna, Ikbal Magasing, diminta para kepala desa menjadi pihak ketiga untuk mendanai dan mengorganisasi pengerjaan lapangan.
Nurhasna mengklaim bahwa ia bersedia mendanai kegiatan tersebut atas dasar kepercayaan, tanpa kontrak tertulis. Ia merekrut tujuh tenaga kerja, termasuk kerabat suaminya, untuk melakukan pemasangan. Gaji mereka disepakati berdasarkan jumlah titik lampu per rumah.
Pada pertengahan 2023, dana ADD tahap pertama cair. Sebagian dibayarkan kepada Nurhasna, sisanya dijanjikan usai pencairan tahap kedua pada Agustus. Namun, pada saat Nurhasna dan Ikbal sedang melayat ke Obi, As’ad dan Faksi—yang merupakan kerabat dan tenaga kerja—mengambil alih komunikasi dan meyakinkan para kepala desa untuk menyerahkan dana sisa hampir Rp200 juta kepada mereka. Dana tersebut tak pernah diserahkan ke Nurhasna.
Setelah dana itu raib, Nurhasna melaporkan As’ad dan Faksi ke Polres Halmahera Selatan pada 2024. Namun, laporan tersebut tak menunjukkan perkembangan berarti. Sebaliknya, Ikbal dilaporkan balik ke Propam oleh keduanya dengan tuduhan tidak membayar gaji, dan diperiksa secara internal.
Kejadian bertambah pelik saat Ikbal ditangkap aparat atas dugaan membawa narkoba. Ia diminta kerabatnya yang berada di Lapas Halmahera Selatan untuk mengambil titipan dari kapal. Barang itu belakangan diketahui berisi narkoba. Setelah membawa petugas ke Lapas dan si pengirim mengaku sebagai pemilik, Ikbal tetap dibawa ke Polres.
Usai penangkapan, surat perintah penahanan justru dikeluarkan atas kasus pengadaan instalasi listrik, bukan terkait narkoba. Hingga awal Juni, Ikbal belum diberikan akses untuk bertemu keluarga secara resmi dan penahanan dilanjutkan meskipun surat penangguhan telah diajukan.
Sementara itu Kuasa hukum Nurhasna, Al Walid Muhammad, menilai banyak aspek dari proses ini melanggar due process of law. Penangkapan tanpa surat, penahanan tanpa kejelasan hukum, dan pengabaian terhadap laporan penggelapan menjadi indikasi kuat adanya pelanggaran hak asasi manusia.
“Dari penangkapan yang tidak disertai surat, hingga penahanan yang tidak jelas dasar hukumnya, ini adalah bentuk nyata kriminalisasi dan pelanggaran HAM,” ujar, Al Wahid.
Pihak keluarga sendiri telah mengajukan surat penangguhan penahanan, namun hingga kini belum ada respon dari aparat. Mereka juga meminta Kapolda Maluku Utara, Komnas HAM, dan lembaga independen lain untuk melakukan investigasi terhadap dugaan kriminalisasi, diskriminasi penegakan hukum, dan pembiaran atas pelaporan penggelapan dana proyek desa.
“Kami mendesak Kapolda Maluku Utara dan lembaga independen seperti Komnas HAM untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia dalam kasus ini,” tutup Al Walid.*(01-F)