Oleh: Yunasril La Galeb
Kontestasi pilkada semakin dekat, segala cara tentu dijalankan. Perhelatan lima tahunan kepala Daerah (pilkada) tentu kian memanas. Pelaksanaan pilkada terdiri atas Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wali Kota, yang akan diselenggarakan secara serentak di beberapa daerah di Indonesia. Daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak pada tahun 2024 ini sebanyak 545 (lima ratus empat puluh lima). Akan ada 37 Provinsi untuk pemilihan Gubernur, 415 Kabupaten untuk pemilihan Bupati dan 93 kota untuk pemilihan Wali Kota. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 Jadwal dan tahapan telah ditetapkan oleh Komisi Pimilihan Umum, maka kita berharap pelaksanaan Pilkada serentak dapat berjalan lancar dan demokratis.
Berbicara pilkada memanglah menarik. Salah satunya ialah kontestasi Pikalda di Kab. Buru Selatan (bursel) atau daerah yang bertajuk Bumi Lolik Lalen Fedak Fena. Penulis asal aktivis muda bursel ini memprediksi akan banyak peristiwa hukum yang terjadi di setiap tahapan. Peristiwa hukum tersebut dapat masuk dalam ranah pidana, administrasi, tata usaha negara, etik, termasuk sampai berjalannya periodisasi kepemimpinan kepala daerah. Itulah sebabnya, pesan ini menjadi penting agar para kandidat serta konstituennya tidak melakukan pelanggaran, kejahatan bahkan tindakan yang tidak bermoral.
Secara literatur Pelanggaran dan kejahatan merupakan dua hal yang berbeda. Kejahatan sudah pasti merupakan pelanggaran. Namun pelanggaran belum tentu sebagai kejahatan. Pelanggaran adalah perilaku yang menyimpang untuk melakukan tindakan menurut kehendak sendiri, tanpa memperhatikan peraturan yang telah dibuat. Pelanggaran dilakukan terhadap perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, namun tidak memberikan efek yang berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak memakai masker, tidak memakai helm, tidak memasang kaca spion, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendara, dan lain sebagainya.
Selain pelanggaran dan kejahatan pemilu, instrumen yang lazim kita dengar maupun dapatkan dalam perhelatan pilkada, ialah politisasi dengan ancaman “PILIH SELAMAT ATAU TAMAT” hal ini sering digunakan para kandidat dan/atau petahana dalam setiap kontestasi khususnya di Bumi Lolik Lalen Fedak Fena. Penyelenggaraan demokrasi merupakan manifestasi kedaulatan rakyat, bukan kedaulatan pemerintah atau petahana. Maka hal ini tentu merupakan tanggungjawab generasi bahkan masyarakat secara luas dalam upaya memastikan proses demokrasi berjalan sebagaimana mestinya, agar siapun yang terpilih merupakan murni pilihan rakyat bedasarkan hati dan pikirannya, bukan atas tekanan dan intervensi dari pihak manapun.
Ketiga pasangan calon kepala daerah (Bursel) yang tampil dalam kontestasi Pilakda Tahun 2024 ini merupakan tokoh daerah bahkan tokoh nasional dengan berbagai latar belakang serta pengalaman berbeda. Tentunya, mereka diharapkan menjadi simbol daerah yang mengangkat kesejahteraan dan mencerdaskan rakyat, simbol hukum yang bersih dari KKN, simbol politik yang beradab dan menjadi pemimpin yang tampil netral, tegas, serta tidak berpihak dan hadir untuk semua golongan.
Kepemimpinan sendiri merupakan kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau tujuan yang ditetapkan. Tidak semua pemimpin adalah para manajer dan tidak semua manajer adalah para pemimpin. Dengan adanya hak-hak yang dimiliki oleh manajer, tidak menjamin mereka untuk dapat memimpin secara efektif. Ada banyak pendapat-pendapat ahli tentang teori kepemimpinan, akan tetapi penulis merangkum teori tersebut kurang lebihnya seperti di awal alinea. Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi atau daerahnya serta bagi dirinya sendiri, sebab ia selaku penanggung jawab tercapainya tujuan suatu organisasi atau suatu daerah.
Seorang kepala daerah senantiasa memandang ke depan dan mampu memprediksi apa yang akan terjadi, serta selalu waspada terhadap setiap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju, akan dapat berlangsung terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Dia harus peka terhadap perkembangan situasi, baik di dalam maupun di luar daerah, sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, “baik yang kecil maupun yang besar”.
Menurut penulis, kepala daerah harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari-hari yang menunjukkan bawahan serta rakyatnya sendiri. Sebagai contoh: tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas dan peraturan perundang-undangan, sehinga dapat berjalan sebagaimana mestinya.. Banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Dalam setiap pengambilan keputusan selalu diperlukan kombinasi yang sebaik-baiknya dari perasaan, firasat atau intuisi, pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interpretasi fakta-fakta secara rasional.
Seorang kepala daerah tentu senantiasa bersikap penuh perhatian terhadap bawahan dan rakyatnya. Ia Harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, memengaruhi pemerintahannya agar rajin bekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap daerah yang dipimpinnya. Pemberian anugerah berupa ganjaran, hadiah, pujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh bawahan atau masyarakatnya, sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya. Dia harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap bawahan yang menyeleweng, malas atau berbuat salah, sehingga merugikan daerah, dengan jalan memberi celaan, teguran, dan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya.
“Pilkada sebagai ajang demokrasi adalah proses penentuan untuk melahirkan sosok pemimpin baru yang mampu mewujudkan perubahan, ini adalah kerinduan mendalam bagi setiap masyarakat yang mengharapkan perubahan”. Sebab seorang pemimpin suatu daerah layaknya lokomotif yang akan menarik gerbong pembangunan demi kemajuan dan kesejahteraan.
Di akui bahwa rezim pilkada telah berhasil melahirkan sejumlah kepala daerah yang dinilai mampu membawa perubahan bagi wilayah yang dipimpinnya. Namun tidak dengan daerah yang bertajuk Bumi Lolik lalen Fedak Fena ini sebab faktanya, kepala daerah hasil pilkada justru mengakhiri jabatannya di penjara. Sebutlah misalnya Mantan Bupati Busel Tagop S. Soulissa yang terjerat korupsi berkaitan dengan suap dan gratifikasi, hal ini tentu menjadi legacy buruk bagi daerah sekaligus mengindikasikan buruknya kualitas demokrasi kita. Sebab kontentasi Pilakda bursel kemarin telah melahirkan pemimpin yang buruk atau korup. Dan tentunya berimpek pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat bursel secara luas.
Dengan demikian Integritas dan kompetensi seorang calon kepala daerah tercermin dari rekam jejak yang natural dan spontan, bukan karena suatu pencitraan. Perilaku kepemimpinan yang jujur dan sederhana menjadi tolok ukur bagi rakyat untuk memberikan suara dengan harapan pemimpin yang terpilih bisa membuktikan janjinya. Keberhasilan meraih kepercayaan publik untuk memimpin daerah, seyogyanya dibarengi dengan kemauan belajar dan mengasah kompetensi kepemimpinan sebagai tugas utamanya membawa perubahan. Pemimpin yang mampu melakukan perubahan di tengah masyarakat akan tercatat sebagai sosok mumpuni dan layak mendapat kepercayaan yang lebih luas ditingkat nasional. Kecerdasan dan terobosan yang diciptakan dapat menjadi motivasi dan inspirasi bagi generasi berikutnya dalam membangun daerah.
Memimpin dengan upaya melakukan perubahan bukanlah hal yang mudah, banyak risiko harus ditanggung. Apalagi jikai berhadapan dengan kemapanan dan kekuasaan yang sudah mengakar kuat pada periode sebelumnya. Rhenald Kasali dalam buku Change Leadership: Non-Finito, begitu gamblang menggambarkan tentang sosok pemimpin perubahan. Pemimpin perubahan (change leader) baginya adalah “Pemimpin yang bisa memperbaiki hidup kita, bangsa kita dan keturunan kita. Bukan menggunakan jabatannya untuk mengimpresi, pamer kekuasaan, apalagi mewariskan kerusakan”. Seorang Change Leader, kata Rhenald tidak pernah takut akan banyak risiko. Ia akan terus berjuang mewujudkan karya dan impiannya meski di depannya menghadang risiko besar.
Menurut penulis, menjadi seorang pemuda adalah kesempatan besar untuk turut serta ikut mewujudkan perubahan bagi daerah dan bangsanya, untuk mewujudkan perubahan tentu kita harus cerdas dan berani khususnya dalam mimilih pemimpin yang visioner dan tentu memiliki integritas serta rekam jejak yang baik dalam mewujudkan perubahan di Bumi Lolik Lalen Fedak Fena.
Sebelum menutup saya ingin mengutip apa yang telah disampaikan dalam hadits Bukhari dan Muslim : Rasulullah SAW menegaskan, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Pemimpin negara yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya”. Oleha karnanya menurut penulis kukuasaan yang di dapatkan atau diambil dengan cara yang tidak benar, tentu ia akang mengunakan kekuasaannya untuk hal-hal yang tidak benar pula.
Kita berharap kontestasi Pilkada Bursel tahun 2024 ini menjadi ajang kontestasi kebaikan dan dapat membawa berkah bagi masyarakat dengan terpilihnya kepala daerah yang pro rakyat, visioner, dan demokratis. Memimpin perubahan dalam makna yang seluas-luasnya bagi kehidupan masyarakat, bukan malah membawa musibah bagi daerah dengan menambah deretan kepala daerah korupsi di Indonesia.
Penulis adalah Aktivis Bursel