Oleh: Fajrin Hamid
Bagi sebagian masyarakat kota Ambon tidak akan asing dengan nama Kiyai Asyari, imam masjid raya Alfatah kota ambon, terutama bagi mereka yang pernah merasakan suasana Kota Ambon di tahun 70an hingga tahun 80an. Kiyai Asyari atau Imam Asyari begitu sapaan warga kota ambon, ia adalah ulama Buton asal Kampung Papalia, Pulau Binongko. Dahulu Pulau Binongko, selain dikenal sebagai pulau para pengrajin besi, juga tempat lahirnya para ulama dan orang-orang sholeh di daratan Buton.
KH. Asyari lahir tanggal 31 Desember 1902. Ia menghabiskan masa kecilnya di Pulau Binongko hingga dewasa. Setelah dewasa ia bertekad untuk menuntut ilmu agama langsung ke tanah suci.
Bersama ulama Binongko lainnya seperti KH. Abdul Syukur dan KH. Ibrahim yang merupakan adik kandungnya sendiri, mereka pernah mukim di tanah suci untuk berhaji dan menimba ilmu agama.
Kiyai Asyari menghabiskan waktu 13 tahun untuk menimba ilmu agama di Mekkah. Di tanah suci banyak cabang ilmu agama yang ia pelajari, termasuk fiqih syafi’i. Ia penganut mazhab syafi’i yang menjadi mazhab mayoritas masyarakat di indonesia. Selain belajar fiqih, ia juga ahli dalam bacaan Alquran, bacaan Quraanya sangat faseh dan lancar.
Ketika kembali ke tanah air, kiyai Asyari memulai dakwah di kampung halamannya sendiri, yakni di Papalia dan disekitar Pulau Binongko. Di papalia, banyak murid yang ia bina termasuk beberapa orang Buton Huamual dari Pulau Seram yang datang ke Papalia untuk belajar ilmu agama.
Setelah berdakwah di Pulau Binongko, pada tahun 1973, ia memutuskan untuk hijrah ke Kota Ambon atas ajakan keluarga besar Papalia di Ambon, terutama para pengusaha dan juragan ikan seperti Bapak Haji La Sangu dan Bapak Haji La Enta. Mereka berdua adalah juragan ikan yang memfasilitasi Kiyai Asyari berdakwah untuk beberapa saat. Ketika tiba di Ambon, kedatangan Kiyai Asyari disambut baik oleh warga, terutama etnis Buton yang berada di Ambon.
Ketika masjid raya Alfatah selesai dibangun pada tahun 1974, posisi Imam besar diisi oleh KH. Syukur Rahimi Marasabessy, beliau termasuk ulama dari Pulau Haruku yang juga aktif berdakwah di kota Ambon. Karena sering sakit-sakitan dan sudah banyak uzur, akhirnya KH. Syukur Marasabessy mengundurkan diri dari jabatannya sebagai imam besar masjid raya Alfatah, dan terjadilah kekosongan jabatan imam untuk beberapa waktu. Pada akhirnya pihak yayasan Alfatah memunculkan beberapa nama pengganti termasuk didalamnya adalah nama Kiyai Asyari.
Atas musyawarah bersama dan pertimbangan yang matang, akhirnya mereka memutuskan Kiyai Asyari sebagai imam masjid raya Alfatah. Kiyai asyari menjadi imam Alfatah sejak tahun 1974 hingga beliau wafat pada tahun 1986.
Pengangkatan beliau sebagai imam Alfatah sempat tidak mendapatkan dukungan dari beberapa pihak, tetapi kemudian salah satu tokoh Kailolo dari Hatuhaha mengatakan bahwa ; “Pemilihan ini bukan pemilihan pemimpin dunia tapi ini adalah pemimpin imam sholat dan harus berdasarkan kriteria agama“. Menurut beliau saat itu tidak ada yang lebih alim dan lebih layak menjadi imam selain Kiyai Asyari. Maka disepakatilah bahwa Kiyai Asyari menjadi imam masjid Alfatah. Masjid kebanggaan warga kota Ambon.
Selain bertugas menjadi imam utama di masjid raya Alfatah, Kiyai Asyari juga aktif mengisi pengajian dan tausiyah, terutama setelah sholat subuh. Pengajiannya ramai dihadiri oleh masyarakat terutama jamaah di seputaran Alfatah.
Gaya bahasa yang sederhana dan tema yang sesuai dengan realitas kehidupan masyarakat membuat kajiannya selalu dihadiri masyarakat. Banyak pelaku maksiat seperti penjudi, pemabuk dan lainnya yang bertaubat setelah mendengarkan tausiahnya.
Selain berdakawah di Ambon, Kiyai Asyari juga sering ke Pulau Seram untuk berdakwah dan memenuhi undangan masyarakat disana. Ia bersama Ustadz lainnya dari Ambon sering mengadakan safari dakwah ke Kairatu dan kampung-kampung disekitarnya. Beliau juga pernah beberapa kali ke Huamual mengunjungi murid-muridnya disana, seperti di kampung Limboro dan Nasiri. Selain di Maluku, beliau juga pernah berdakwah sampai ke tanah Papua, mengisi ceramah dan disambut baik oleh warga disana.
Dalam mengajarkan Alquran, Kiyai Asyari sangat ketat dan teliti, ia tidak mudah meluluskan murid-muridnya sebelum benar-benar faseh bacaannya. Begitupun ia tidak mudah memberikan rekomendasi kepada muridnya untuk mengajarkannya kembali ke masyarakat sebelum betul-betul mutqin bacaannya.
Murid Kiyai Asyari datang dari berbagai suku dan etnis di kota ambon, murid-muridnya tersebar hampir diseluruh pelosok Maluku. Mereka yang telah memperoleh ijazah (rekomendasi) akan kembali ke kampung halamannya untuk mengajarkan Alquran dan mendirikan tempat mengaji Alquran disana. Murid-murid kiyai asyari memiliki bacaan Alquran yang khas, faseh dan cenderung seirama. Selain mengajarkan Alquran, mereka juga adalah rujukan dalam hal keagamaan dan teladan di tengah-tengah masyarakat.
KH. Asyari adalah ulama yang konsisten mendakwahkan islam. Hari-harinya selalu diisi dengan ibadah dan amal sholeh. Selain dikenal karena keilmuan dan kesholehannya, beliau juga sangat tawadhu dan rendah hati. Ia tidak pernah merasa lebih baik dari orang lain dan ia bergaul dengan siapa saja tanpa melihat status sosialnya.
Selain sebagai ulama tempat bertanya dalam masalah keagamaan, pintu rumahnya juga terbuka bagi siapa saja yang datang bersilaturahmi. Rumahnya tidak pernah sepi dari orang-orang yang datang dengan berbagai keperluan. Yang paling sering yaitu mereka yang datang meminta agar didoakan oleh Kiyai. Sepertinya masyarakat meyakini dengan kesholehan dan amalan kiyai maka doa-doanya akan mudah diijabah oleh Allah SWT.
Salah satu momen yang melekat di memori warga muslim Kota Ambon adalah peristiwa wafatnya sang Kiyai. Kepergian kiyai Asyari sulit untuk dilupakan oleh generasi tahun 70 dan 80-an. Hari dimana wafatnya sang kiyai, masjid Alfatah dan suasana kota Ambon tiba-tiba sepi dan hening, banyak pertokoan diseputar Alfatah dan pasar tutup, jalanan menjadi sepi. Warga dari kampung yang mendengar berita kepergian beliau berdatangan untuk melayat.
Ribuan manusia menghadiri pemakaman beliau, rombongan manusia tidak putus disepanjang jalan dari kawasan Alfatah hingga ke kawasan Kudamati. Ia dikebumikan di pemakaman Kudamati (sekarang di seberang Tugu Dolan dibawah pohon beringin). Tempat pemakaman tersebut adalah tempat pemakaman keluarga arab Bahsoan yang sudah menganggap Kiyai seperti keluarga sendiri, dan itu juga salah satu wasiat Kiyai Asyari agar dikebumikan disana.
Kepergian Kiyai Asyari meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga dan masyarakat muslim Kota Ambon saat itu. Jasa dan dedikasinya terhadap dakwah di Ambon akan selalu dikenang. Beliau mengimami dan membina umat di masjid raya Alfatah kurang lebih selama 12 tahun.
Untuk mengenang jasa dan kebaikan sang Kiyai maka Yayasan Alfatah mengabadikan nama beliau pada suatu gedung aula besar di samping masjid raya Alfatah dengan nama Gedung Asyari.
Kiyai asyari wafat pada tanggal 1 Februari 1986. Setelah wafat, posisinya sebagai imam Alfatah kemudian digantikan oleh KH. Ahmad Bantan yang juga merupakan ulama dan guru ngaji yang nenek moyangnya berasal dari Pulau Jawa (Banten).
Note: Tulisan ini diambil dari keterangan anak asuh Kiyai Asyari dan murid Kiyai yang masih hidup serta sumber lainnya.