Ambon,Tajukmaluku.com-Keberadaan kelompok pecinta alam di Maluku dinilai belum memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam mengadvokasi berbagai persoalan lingkungan hidup di wilayah tersebut.
Pasalnya, banyak kegiatan yang dilakukan bersifat seremonial dan tidak berkelanjutan, tanpa kajian mendalam atau langkah konkret untuk menekan laju kerusakan lingkungan. Problem perampasan ruang hidup masyarakat adat, pengrusakan hutan akibat aktivitas illegal logging, masuknya perusahaan ekstraksi sumber daya mineral di Pulau Seram dan Buru, mestinya menjadi catatan penting bagi Pecinta Alam Maluku dalam memperjuangkan kesinambungan lingkungan bagi kebutuhan habitat manusia dan mahluk hidup lainnya.
“Mereka sering turun ke lapangan, tapi tidak disertai dengan strategi advokasi yang kuat dan terukur. Ini membuat gerakan mereka tidak berdampak signifikan,” kata salah satu aktivis Maluku, Fadel Rumakat, Minggu (25/5/2025).
Menurutnya, penilaian ini bukan tanpa sebab. Mengingat, kondisi Maluku saat ini sedang tidak baik-baik saja. Di tengah meningkatnya kerusakan ekosistem laut, pembalakan liar di kawasan pegunungan, serta degradasi lingkungan akibat aktivitas pertambangan di beberapa wilayah Maluku. Problem advokasi tak kesadaran komunitas pecinta alam. Sebagai kelompok yang menegaskan diri peka dan peduli terhadap alam (lingkungan/ekologi), peranan pecinta alam sangat urgen di tengah eksploitasi lingkungan hidup.
“Ini merupakan auto kritik bagi semua orang, terutama bagi komunitas yang konsen terhadap kesinambungan alam. menjaga hutan, merawat laut, menghidupkan budaya adalah tujuan penting dalam petualangan seorang pecinta alam. esensinya di situ, bukan hanya sekedar ritual seremonial belaka,”Papar,Rumakat.
Publik berharap kelompok pecinta alam tidak hanya fokus pada kegiatan petualangan, tetapi juga mengambil peran strategis dalam edukasi publik, penyusunan kebijakan, dan kerja sama dengan lembaga resmi untuk menyuarakan isu lingkungan secara lebih terarah dan berdampak.*(03-M)