Malteng,Tajukmaluku.com-Hasil riset yang dilakukan oleh Jala Ina pada Februari 2025 lalu menunjukkan kondisi terumbu karang di perairan Negeri Liang, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan. Penelitian yang dilakukan di tiga stasiun pengamatan menggunakan metode Underwater Photo Transect (UPT) ini mengungkap bahwa rata-rata tutupan karang hidup di bawah 5%, dengan rincian 2,01% di stasiun 1, 1,09% di stasiun 2, dan 3,01% di stasiun 3. Berdasarkan standar Kementerian Lingkungan Hidup (Keputusan Menteri LH No. 4 Tahun 2001), angka ini masuk dalam kategori buruk.

Substrat dominan yang ditemukan dalam survei berupa puing karang (rubble), pasir, dan batu, menandakan degradasi struktural pada ekosistem terumbu karang. Ini merupakan dampak dari aktivitas manusia yang merusak lingkungan laut, seperti penangkapan ikan menggunakan bom dan racun, serta lemahnya pengawasan terhadap praktik-praktik tersebut.
Menurut M. Yusuf Sangadji, peneliti Jala Ina, temuan ini harus menjadi peringatan bagi semua pihak. “Data ini adalah sinyal peringatan. Terumbu karang yang rusak tidak hanya kehilangan fungsi ekologis, tetapi juga mempengaruhi keberlangsungan ekonomi masyarakat pesisir,” ujarnya dalam forum diseminasi yang diselenggarakan di Kantor Negeri Liang, Kamis, (15 Mei 2025).
Hasil riset ini diperkuat dengan testimoni masyarakat Negeri Liang. Armin Lessy salah satu warga Liang mengatakan, “Tahun 90-an katong masih bisa ambel ikan di pante, sekarang su susah. Untuk itu katong perlu pemulihan terumbu karang, dan solusinya harus ada Perneg (Peraturan Negeri) yang mengatur.” ujarnya.

Kegiatan diseminasi ini jadi ruang reflektif sekaligus komitmen lintas sektor. Kepala Pemerintahan Negeri Liang, Taslim Samual, menyatakan bahwa diseminasi riset ini diharapkan menjadi langkah awal pembangunan dalam pemulihan terumbu karang di wilayahnya. Ia menegaskan kesiapan pemerintah negeri untuk mendukung upaya konservasi yang berbasis adat dan ilmiah.
“Diseminasi riset ini diharapkan agar menjadi langkah awal pembangunan dalam pemulihan terumbu karang di Negeri Liang. Kami akan sangat mendukung,” ujarnya.
Ditempat yang sama, lewat kacamata akademisi, Dr. M. Sangadji dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, menyampaikan bahwa pemulihan terumbu karang sangat penting untuk mengembalikan kehidupan masyarakat seperti dahulu kala, ketika hasil tangkapan laut melimpah dan mudah diperoleh.
“Dari kampus, kami siap membantu Bapak/Ibu dalam merehabilitasi terumbu karang di Negeri Liang,” ujarnya.
Sementara itu, O. Z. Tihurua, M.Si, peneliti masyarakat pesisir, menekankan bahwa degradasi lingkungan laut juga dipicu oleh perubahan cara pandang masyarakat terhadap laut.
“Kerusakan terumbu karang terjadi karena laut tak lagi dipandang sebagai sumber kehidupan. Untuk itu, mari kita ubah cara pandang dan kembali melihat laut sebagai sesuatu yang penting,” ajaknya.
Ray T., perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku mengapresiasi program yang dilakukan Jala Ina. Ia mengakui pentingnya peran lembaga masyarakat sipil dalam menjangkau realitas problem di lapangan.
“Kami mengapresiasi program Jala Ina ini karena DKP tidak punya jangkauan yang luas untuk mengetahui langsung masalah yang dihadapi masyarakat pesisir,” tuturnya.

Sebagai tindak lanjut, Jala Ina merekomendasikan strategi pemulihan ekosistem laut yang meliputi rehabilitasi terumbu karang, penguatan pengelolaan laut berbasis adat (sasi) dan peraturan negeri, penegakan hukum terhadap praktik destruktif, serta pemantauan rutin berbasis partisipasi. Upaya adaptasi terhadap perubahan iklim seperti penghijauan pesisir dan edukasi lingkungan juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang.

Tidak berhenti direkomendasi saja, sebagai langkah konkret, Jala Ina telah memulai program rehabilitasi dengan memasang 20 unit bank karang (struktur buatan untuk transplantasi karang) di wilayah perairan Negeri Liang. Inisiatif ini diharapkan menjadi pemicu semangat gotong royong dan kolaborasi lintas sektor dalam menjaga ekosistem laut.
Diseminasi ini menjadi gerbang awal konsolidasi gerakan kolektif untuk mengembalikan laut sebagai ruang hidup yang sehat dan produktif. Terumbu karang adalah fondasi bagi ketahanan pangan, ekonomi, dan budaya masyarakat pesisir — pemulihannya adalah investasi untuk masa depan Negeri Liang dan generasi mendatang.*(01-F)