back to top

Bagaimanakah Etika Pembangunan Kita?

Date:

Dalam beberapa hari terakhir, publik tanah air dibuat heboh oleh pemberitaan tentang adanya aktifitas penambangan di wilayah kabupaten Raja Ampat yang dianggap berpotensi merusak keindahan wilayah yang dijuluki “Surga Terakhir di Timur Indonesia” itu. Bagaimana tidak, wilayah yang dikenal dengan keindahan panoramanya berupa taburan pulau-pulau kecil nan eksotis, ditambah pemandangan bawah laut yang mempesona itu sudah lama menjadi destinasi favorit para wisatawan, baik dalam negeri maupun mancanegara. Bahkan Raja Ampat dinobatkan sebagai salah satu wilayah dengan keanekaragaman tertinggi di Indonesia, bahkan dunia. Kini justeru keindahan itu akan diusik oleh kepentingan sesaat atas nama ‘pembangunan’.

Sebelum heboh pemberitaan tentang ‘meresahkannya’ pertambangan di Raja Ampat, juga ada pemberitaan mengenai pencemaran di teluk Weda, bahkan yang juga sempat heboh beberapa tahun lalu adalah penolakan masyarakat Bali terhadap pembangunan tol laut di Teluk Benoa dan juga reklamasi pantai di Pesisir Kota Makassar. Di darat juga tak kalah menyedihkan, perkebunan sawit semakin merajalela, deforestasi kian menggila. Sebagai dampaknya, banyak masyarakat pesisir yang terancam ruang hidup serta mata pencahariannya, masyarakat adat kian terpinggir, para cukong semakin tajir. Setiap musim hujan kita dihadiahi banjir bandang, sementara alam terus dirusak atas nama demi kesejahteraan.

Semua permasalahan itu tentu menyimpan sebuah tanya yang wajib dijawab oleh pemimpin negeri ini, bagaimana sebenarnya ideologi pembangunan kita…? Jika memang pembangunan untuk kesejahteraan, lalu kenapa masyarakat pesisir dan masyarakat adat semakin merana? Wilayah penangkapan ikan semakin jauh di laut dan perlahan hilang. Masyarakat adat di hutan semakin sulit mendapatkan hewan buruan, wilayah hutan mereka telah berubah menjadi perkebunan monokultur yang merusak ekosistem. Iklim kian tak pasti, petani semakin merugi.

Kita tentu tak bisa mengabaikan bagaimana peran berbagai perusahaan tambang dalam menyerap tenaga kerja. Tapi kita juga harus berani menjawab berbagai pertanyaan. Setelah nikel habis ditambang, iklim menjadi terganggu akibat hutan gundul, ikan di laut semakin sulit ditangkap karena rusaknya terumbu karang, keindahan alam sudah rusak, dan para investor menutup perusahaannya lalu pergi, siapa yang akan menanggung kerusakan alam yang terjadi? Bagaimana nasib warga sekitar? Bagaimana nasib satwa hutan kita? Di mana mereka harus berteduh dan mencari makan? Bagaimana masyarakat adat dan pesisir kita yang hidup bergantung pada hutan dan laut? Ke mana mereka harus hidup dan mencari sumber pangan?

Pentingnya Etika Pembangunan

Dalam konteks prinsip interaksi manusia dengan lingkungan, para ahli etika lingkungan membagi etika lingkungan menjadi tiga; Antroposentrisme, Biosentrisme dan Ekosentrisme. Ketiga teori etika lingkungan ini masing-masing memiliki konsekuensi jika sudah diterapkan dalam kebijakan pembangunan.

Pertama, Antroposentrisme. Tokoh pencetus teori ini antara lain Thomas Aquinas, Rene Descartes hingga Immanuel Kant. Dalam pandangannya terkait interaksi manusia dengan alam, teori ini menilai bahwa alam tak memiliki nilai melebihi manusia. Segala tuntutan agar manusia menghormati alam adalah tuntutan yang tidak relevan.

Dalam pandangan seorang antroposentris, lingkungan selain manusia tidak perlu diperlakukan secara etis karena hanya manusia makhluk rasional, sedangkan selain manusia tak memiliki rasionalitas sehingga tak perlu diperlakukan secara etis. Dengan kata lain, lingkungan (selain manusia) hanya alat untuk melayani kepentingan manusia. Dampak dari teori ini pada konteks pembangunan adalah tak ada pertimbangan etis terhadap alam, sehingga atas nama pembangunan dan melayani manusia, alam dapat dikorbankan karena tak memiliki nilai, tak memiliki rasionalitas. Teori ini jugalah yang melanggengkan kapitalisme dimana akumulasi modal sebesar-besarnya dapat dilakukan meskipun harus merusak alam.

Kedua, Biosentrisme. Tokoh pencetus teori ini antara lain Albert Scheitzer, Aldo Leopold dan Paul Taylor. Pandangan ini menyatakan bahwa selain manusia, alam juga memiliki nilai yang harus dihormati. Segala sesuatu yang hidup di alam ini memiliki nilai sakralitas yang harus dijunjung tinggi. Seperti apa pentingnya keberadaan manusia, seperti itu juga pentingnya keberadaan segala sesuatu yang hidup selain manusia.

Manusia dan alam dipahami oleh teori ini sebagai bagian yang sama derajatnya dalam hirarki alam semesta. Tak ada yang lebih unggul dibanding yang lain. Dalam konteks pembangunan, jika teori ini ingin dijadikan landasan moril, maka pembangunan boleh mengorbankan alam selama tidak mengganggu kehidupan lain di alam. Relasi manusia dengan sesuatu yang hidup di alam bukan sekedar relasi ekonomis semata seperti yang dipahami dalam teori Antroposentrisme, tetapi relasi yang terjadi lebih bersifat moril.

Manusia sebagai makhluk rasional dibebani tanggungjawab moril terhadap makhluk lain di alam sebagai objek non rasional dengan cara melestarikannya. Berdasarkan pandangan ini suatu objek hidup pada alam patut dijaga, bukan karena memiliki nilai ekonomis sebagai objek wisata semata, tapi lebih jauh memiliki hak yang sama dengan manusia untuk tetap eksis.

Ketiga, Ekosentrisme. Tokoh pencetus teori ini antara lain Arne Naess dan Fritjof Chapra. Teori etika lingkungan ini merupakan pendalaman dari teori Biosentrisme dimana etika dalam berinteraksi dengan alam tak terbatas pada objek hidup saja (biotik), tapi juga pada benda mati (abiotik). Manusia diharuskan mempertimbangkan dampak ekologis dalam setiap aktifitasnya. Istilah yang sering digunakan dalam teori ini yaitu Deep Ecology (ekologi dalam) sebagai lawan dari Shallow Ecology (ekologi dangkal). Mereka juga mengkritik kebijakan lingkungan yang bersifat teknis semata yang hanya untuk memenuhi kebutuhan prosedural.

Bagi seorang ekosentris, kebijakan lingkungan harus didasarkan pertimbangan moril terhadap segala sesuatu di alam ini. Menurut teori ini manusia dituntut untuk menerapkan nilai-nilai kesederhanaan dalam hidup agar mengurangi tekanan terhadap alam (antopogenik pressure). Manusia harus bersikap “sederhana dalam sarana namun kaya dalam tujuan” (simple in means but rich in ends). Gaya hidup suka menumpuk materi yang memiliki konsekuensi semakin banyak kerusakan pada alam adalah pola hidup yang harus dihindari karena gaya hidup konsumtif yang ditawarkan modernisme, atau lebih tepatnya kapitalisme yang hedon adalah turunan dari Antroposentrisme. Mengambil sesuatu dari alam hanya diperbolehkan jika itu adalah kebutuhan vital. Jika hanya untuk bersenang-senang atau hanya mengikuti trend, maka itu dilarang. Sebagai sebuah negara harus mengedepankan kebijakan yang meningkatkan kualitas hidup, bukan hanya sarana hidup. Begitu kira-kira pesan yang ingin disampaikan.

Dari ketiga teori etika lingkungan ini, kita dapat memilih, etika mana yang hendak digunakan sebagai basis moril pembangunan. Beberapa pertimbangan yang mestinya dipikirkan berkaitan dengan etika pembangunan yang akan digunakan yaitu : pertama, seberapa logisnya suatu teori etika pembangunan. Kedua, bagaimana dampak turunan dari teori etika tersebut ketika digunakan sebagai basis moril dalam pembangunan. Ketiga, apakah teori tersebut cocok dan bisa diterima (fit and aceptable) dalam nilai-nilai kearifan masyarakat Indonesia. Kembali lagi ke pertanyaan semula, Bagaimana kah etika pembangunan kita…?

Abdul Aziz Siolimbona, Dosen Prodi Ilmu Kelautan Universitas Khairun

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

Rekomendasi
Terkait

Bahlil; Wajah Timur, Tangan Korporasi

Narasi Bahlil Lahadalia sebagai “martir politik” dalam polemik tambang...

Kutu, Perempuan, dan Kuasa

BUKTI paling sederhana bahwa manusia itu setara mungkin justru...

PLN UIW MMU Salurkan 68 Hewan Kurban untuk Masyarakat Maluku dan Maluku Utara

Ambon,Tajukmaluku.com-Dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah,...

Tambang PT Batulicin di Kei Besar Langgar UU Pulau Kecil, DPRD Maluku Diminta Panggil Gubernur

Ambon,Tajukmaluku.com-Aktivitas penambangan pasir dan batu oleh PT Batulicin Beton...