
Judul Buku: How China Escaped the Poverty Trap
Penulis : Yuen Yuen Ang
Tahun Terbit: 2016
Penerbit: Cornell University Press
Yuen Yuen Ang adalah seorang profesor ilmu politik dan ekonomi dari University of Michigan, Amerika Serikat. Karyanya berfokus pada hubungan antara institusi politik, korupsi, dan pembangunan ekonomi, khususnya di konteks China. Dalam bukunya yang terkenal, How China Escaped the Poverty Trap (2016), Ang menantang narasi konvensional tentang pembangunan ekonomi dengan menganalisis keberhasilan China dalam mengurangi kemiskinan secara dramatis sejak reformasi tahun 1978. Peran pemerintah Tiongkok memainkan peran kunci dalam transformasi ekonomi mereka tidak hanya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aktif terlibat dalam Pembangunan infrastruktur, pengembangan industry strategis.
Tesis Utama
Buku ini menawarkan perspektif revolusioner: China tidak mengikuti jalan tradisional “institusi yang baik dahulu (Good Government), pembangunan kemudian”. Sebaliknya, Ang berargumen bahwa China mencapai pertumbuhan melalui proses “co-evolution” (ko-evolusi) antara institusi dan pasar. Istilah kuncinya adalah “directed improvisation” (improvisasi terarah), di mana pemerintah pusat menetapkan tujuan umum, sementara pemerintah lokal diberi kebebasan bereksperimen dengan kebijakan sesuai kondisi lokal.
Ang menggunakan studi kasus dari berbagai daerah di China, seperti Provinsi Fujian dan Guizhou, untuk menunjukkan bagaimana daerah miskin memanfaatkan institusi yang lemah secara adaptif. Misalnya, reformasi desentralisasi memungkinkan daerah menciptakan Special Economic Zones (SEZ) atau skema insentif unik untuk menarik investasi. Menurut Ang, institusi “cukup baik” (good-enough institutions) yang fleksibel justru menjadi kunci, karena memungkinkan inovasi bertahap sambil menghindari guncangan radikal. Ang menghindari dikotomi simplistik seperti “negara vs pasar” atau “otoriter vs demokratis”. Ia menunjukkan kompleksitas pembangunan China. Kerangka Teori Baru: Konsep directed improvisation dan co-evolution menawarkan alat analisis segar bagi studi pembangunan. Meski fokus pada China, argumennya memberi pelajaran bagi negara berkembang lain, terutama tentang pentingnya adaptasi lokal.
Kritik dan Kekurangan
Dampak Negatif Kurang Dieksplorasi: Buku ini kurang membahas biaya sosial dan lingkungan dari pertumbuhan China, seperti ketimpangan sosial atau polusi yang dihasilkan dari kemajuan China hari ini. Replikasi di konteks lain sistem politik otoriter China mungkin memungkinkan “improvisasi terarah”, tetapi apakah model ini bisa diterapkan di negara demokratis? Ang tidak menjawab secara mendalam.
Relevansi dengan Indonesia
Indonesia sering terjebak dalam dikotomi “reformasi institusi dulu, baru pertumbuhan ekonomi” atau sebaliknya. Buku ini mengajarkan bahwa kedua proses bisa berjalan paralel. Contoh: Pembangunan infrastruktur di Indonesia (tol Trans-Jawa, IKN) bisa dipacu dengan insentif lokal dan kemitraan swasta, meski korupsi atau birokrasi lambat masih ada. Kunci keberhasilan China adalah desentralisasi yang kompetitif Pemerintah daerah diberi kebebasan bereksperimen (misalnya, Zona Ekonomi Khusus di Shenzhen), lalu model sukses direplikasi secara nasional. Insentif karir bagi pejabat lokal yang berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Indonesia sudah menerapkan desentralisasi, tetapi seringkali terhambat oleh regulasi yang terlalu sentralistik dan kurangnya insentif bagi inovasi daerah. Contoh: Potensi pengembangan ekonomi maritim di Maluku misalnya Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan proyek Kilang Gas Alam Cair (LNG) di pulau Nustua, Lermatang, kabupaten kepulauan Tanimbar atau pariwisata di NTT yang bisa dioptimalkan dengan memberi otonomi lebih besar kepada pemerintah daerah, seperti model “laboratorium kebijakan”. Ang menekankan bahwa institusi yang lemah bukan penghalang, tetapi bisa menjadi pijakan awal China memanfaatkan korupsi “produktif” (misalnya, pejabat korup yang tetap mendorong investasi) sebagai batu loncatan, lalu perlahan membersihkan sistem.
Takeaway untuk Indonesia
- Prioritaskan Pertumbuhan Inklusif: Fokus pada sektor yang menyerap tenaga kerja (pertanian, UMKM, industri kreatif) sambil memperbaiki institusi secara paralel.
- Desentralisasi yang Bermakna: Beri daerah ruang untuk bereksperimen dengan insentif jelas (misalnya, tax holiday untuk investasi di Papua).
- Pembangunan SDM: Seperti China, Indonesia perlu investasi besar-besaran dalam pendidikan vokasi dan teknologi.
- Lompatan Teknologi: Manfaatkan ekonomi digital (e-commerce, fintech) untuk meniru lompatan China dalam adopsi teknologi.
Kesimpulan dan Relevansi
How China Escaped the Poverty Trap adalah bacaan wajib bagi peminat ekonomi politik dan pembangunan. Ang berhasil menggabungkan rigor akademis dengan narasi yang mudah diikuti. Meski tidak lengkap, bukunya membuka mata: pembangunan ekonomi bukanlah proses linear, tetapi hasil dari interaksi dinamis antara kebijakan, institusi, dan konteks lokal.
Attami Nurlette, Penulis adalah mahasiswa pascasarjana IAIN Ambon. Ketua Bidang Kebijakan Publik di Inout Institute (2025-2029)