Ambon,Tajukmaluku.com-Wakil Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Provinsi Maluku, Fiqran M. Yusuf, ST., M.PWK, menyorot proses penyusunan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang dinilai belum mengedepankan prinsip partisipasi publik secara optimal. Menurutnya, RTRW adalah ruh dari pembangunan wilayah yang harus disusun dengan melibatkan masyarakat secara aktif dan menyeluruh.
“RTRW itu bukan sekadar dokumen formalitas. Ia adalah panduan utama pembangunan yang menentukan bagaimana ruang hidup masyarakat akan digunakan, dijaga, atau dikembangkan. Maka, jika proses penyusunannya tidak inklusif, bisa berdampak serius di kemudian hari,” tegas Fiqran dalam keterangannya di Ambon. Jumat, (20/06/2025).
Fiqran yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Persatuan Konsultan Indonesia (PERKINDO) Provinsi Maluku dan alumni Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menyampaikan keprihatinan atas banyaknya laporan dari masyarakat SBT yang merasa tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RTRW.
Menurutnya, dalam sistem penataan ruang di Indonesia, masyarakat termasuk masyarakat adat memiliki hak untuk terlibat dalam penyusunan RTRW, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021.
“Sudah sangat jelas dalam regulasi bahwa masyarakat wajib dilibatkan sejak awal proses, mulai dari pengumpulan data, analisis, penyusunan konsep, hingga konsultasi publik. Minimal dua kali konsultasi publik harus dilakukan. Dan itu bukan hanya seremoni, tapi betul-betul mendengarkan dan menampung aspirasi masyarakat,” jelasnya.
Fiqran mengingatkan, jika proses penyusunan RTRW diabaikan atau dilakukan terburu-buru tanpa keterlibatan masyarakat, maka berpotensi menimbulkan konflik ruang di masa depan. Salah satu risiko paling nyata adalah perubahan fungsi ruang yang merugikan masyarakat lokal.
“Kalau wilayah ulayat masyarakat adat misalnya tiba-tiba dialihfungsikan jadi kawasan industri atau tambang tanpa kesepakatan, itu bisa jadi sumber konflik. Dan ini bukan hanya masalah teknis, tapi bisa meluas menjadi persoalan sosial dan bahkan hukum,” katanya.
Dia juga menegaskan bahwa pembangunan sejatinya harus menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan objek. Karena itu, masyarakat harus menjadi bagian penting dalam proses perencanaan, bukan hanya menerima hasil akhir.
“Kalau masyarakat tidak ikut dalam proses, lalu RTRW disahkan dan mereka jadi korban, siapa yang bertanggung jawab? Ini yang harus dicegah sejak dini,” tambahnya.
Menanggapi situasi ini, Fiqran menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur membuka ruang untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap dokumen RTRW yang telah disusun. Langkah ini sah dan legal, sesuai dengan aturan dalam Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021.
“Peninjauan Kembali bisa dilakukan jika ada tahapan penting yang terlewat, atau jika ada aspirasi masyarakat yang belum diakomodir. Ini cara terbaik untuk memastikan bahwa RTRW benar-benar representatif dan sesuai kebutuhan daerah,” jelasnya.
Fiqran juga menyampaikan harapannya kepada Bupati Fachri Husni Alkatiri dan Wakil Bupati Vitho Wattimena, yang saat ini sedang menata kembali arah pembangunan Kabupaten Seram Bagian Timur. Ia menilai, momen awal pemerintahan ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi dan memperbaiki dokumen perencanaan seperti RTRW untuk 20 tahun kedepan.
“Kalau RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) masih disusun, maka ini momen strategis untuk menyelaraskannya dengan RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dengan begitu, arah pembangunan lima tahun ke depan benar-benar sinkron dengan tata ruang wilayah,” katanya.
Fiqran menegaskan bahwa perencanaan ruang bukan soal proyek atau investasi semata, tetapi soal masa depan rakyat. Ia berharap seluruh proses penyusunan RTRW di SBT dan kabupaten lain di Maluku benar-benar menempatkan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama.
“Untuk apa pembangunan kalau bukan untuk rakyat? Kita harus memastikan bahwa ruang ini ditata demi keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan semua, bukan segelintir elite,” tutupnya.*(01-F)